Edhy Prabowo dijaring selaku terdakwa karena diperhitungkan terima suap dari beberapa perusahaan yang mendapatkan penentuan ijin export benih lobster. Uang haram itu dimuat pada sebuah rekening punya PT ACK sampai capai Rp 9,8 miliar.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae menjelaskan, faksinya sekarang ini belum terima keinginan sah dari KPK untuk menginvestigasi masalah suap Edhy Prabowo. Tetapi PPATK dikatakannya tentu akan bekerjasama untuk tangani kasus korupsi semacam ini.
“Kelak KPK pasti sampaikan keinginan ke kita berkenaan apa-apa saja yang harus dipahami dari saluran dana terdakwa,” kata Dian ke Liputan6.com, Jumat (27/11/2020).
Walau belum disuruh, dia mengatakan, PPATK secara automatis telah lakukan riset dan pengecekan demikian berlangsung masalah suap dan korupsi sama seperti yang menerpa Edhy Prabowo.
“Tetapi PPATK mulai lakukan riset, dan ketika waktunya akan lakukan pengecekan,” papar ia.
Tetapi demikian, Dian tidak dapat memaparkan seperti apakah hasil riset sesaat PPATK pada masalah suap export benih lobster yang dikerjakan Edhy Prabowo dan mitra.
“Kelak ketika waktunya seluruh hasil riset dan pengecekan masalah suap Edhy Prabowo kita akan berikan ke KPK,” tutur Dian.
Awalnya, Menteri Perikanan dan Kelautan (KKP) Edhy Prabowo sudah diputuskan selaku terdakwa oleh Komisi Pembasmian Korupsi (KPK) atas sangkaan masalah export benih lobster. Sesudah posisi Edhy Probowo terang, Kementerian KKP juga memilih untuk menghentikan export benih lobster sebentar.
Tentang hal, hal itu termaktub dalam Surat Selebaran Nomor B. 22891/DJPTPI.130/XI/2020. Surat tertanggal 26 November ini ditandatangani Plt Dirjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini.
Agung Tri Prasetyo waktu diverifikasi, Kamis (26/11/2020).
“Terhitung surat selebaran ini diputuskan, penerbitan SPWP disetop sampai batasan waktu yang tidak dipastikan,” begitu diambil Liputan6.com.